Akhir dari sebuah harapan aku. Berawal bertemu dengan Evi dan berharap memiliki gambaran kehidupan di masa depan. Tiba-tiba ada laki-laki merebut nya dari aku. Setelah berhasil memiliki evi laki-laki itu membuang nya. Dan kemaren laki-laki itu memarahi aku sama evi sebegitu kuasanya laki-laki itu merebut, membuang dan memarahi. Jika aku membalas dendam itu sudah wajar. Tapi kalaupun aku berhasil membalas dendam rasa dendam itu tetap masih ada.
Hal itu berlaku kalau bilang cinta sama aku dan meminta perlindungan. Masalahnya evi bilang nggak cinta, dan hal itu bukan karena terpaksa karena maunya dia.
Kenapa laki-laki itu sebegitu kuasanya seperti itu karena memang evi nya yang salah.Evi yang mau sama dia. Di mulai dari kekalutan dia atas beaya operasi kista dia. Dia ambil keputusan tanpa pertimbangan.
Menyakitkan memang melihat kejadian evi cewek yang aku cintai memarahi aku membela laki-laki yang baru dia kenal.
Sebagai laki-laki aku udah mati-matian menjaga nama baik.Tapi kalau ceweknya nggak bisa jaga jadi ikut malu juga. Misal cowoknya aku hajar tetep aja aku kalah karena evi nggak milih aku.
Kalau udah nggak cinta masalah selesai. Ketika wanita udah bilang nggak cinta. Otomatis dia menjadi orang yang nggak penting bagi aku.
Udah nggak ada harapan apa-apa lagi. Yang jelas gambaran hidup bersama bahagia di masa depan udah nggak ada dan aku harus iklasin. Karena evi tidak bisa menjaga tubuhnya. Bukannya sok alim milih yang perawan. Walau pun nggak perawan kalau pas jadian sama aku harusnya bisa jaga kehormatan dia. Karena kehormatan dia adalah kehormatan aku juga. Dan masalah masa depan. Aku sendiri nggak mau masa depan pernikahan aku rusak kelak gara-gara wanita yang nggak baik, yang nggak aku putus di awal.
Sekarang Evi memilih jalan lari. Dengan bilang nggak mau balik sama aku itu adalah jalan dia bebas dari hukuman. Dan aku harusnya memang menjauhi nya sebagai hukuman atas perlakuan dia sama aku. Karena masalah semakin kompleks di anggap aja selesai sampai disini dan nggak perlu ketemu lagi karena cuman bikin masalah saja. Katakan di kemudian hari dia memelas bilang sakit, butuh uang. Aku tegain nggak bantu dia. Nggak tegaan adalah hal lemah. Toh rezeki itu dari Allah. Walau aku nggak ngasih pasti dia dapet rezeki dari jalan laen.
Koreksi buat diri aku sendiri. Kedepannya aku harus punya banyak uang buat menjaga kehormatan diri aku. Nggak kayak kemaren gara-gara operasi kista nggak ada beaya masalah jadi kompleks seperti ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Heart Killing Program : Hari Ke 15 : Siapa yang Salah"
Posting Komentar